"Janganlah kebencian sesuatu kaum mendorong kamu bertindak tidak adil. Berlakulah adil; itu lebih dekat kepada takwa.”

(Al-Maidah ayat 8).

Selasa, 06 Agustus 2013

Wonosobo, Sabtu  06-02-2010 pukul 19.30 WIB lebih dari seribu orang yang berasal dari berbagai agama dan keimanan seperti NU, Muhammadiyah, Rifa’iyah, Katolik, Kristen, Hindu,  Budha, Konghucu, berbagai aliran kepercayaan serta berbagai elemen  lainnya seperti Tionghoa, kaum waria, eks-tapol, seniman, masyarakat lain yang termajinal, padati pendopo kabupaten Wonosobo dalam rangka “Tahlil dan Doa Bersama Lintas Agama  40 hari Wafatnya  KH. Abdurahman Wahid (Gus Dur)”.

Acara yang dihadiri Bupati Wonosobo beserta Ny. Aina Kholiq Arif itu berjalan dengan tertib dan sukses.

Tidak ketinggalan pula pihak Jemaat Ahmadiyah  berjumlah lebih 25 orang hadir pada undangan acara tersebut. Yaitu dari Wonosobo, Watumalang, Wadaslintang, serta Jemaat Klampok dan  Jemaat Madukara Banjarnegara.

Pada Banner/spanduk acara terpampang tulisan oleh panitia yang menarik banyak perhatian semua orang yang hadir termasuk Pers, “DOA LINTAS AGAMA MEMPERINGATI 40 HARI KEWAFATAN GUS DUR” (dengan foto Gus Dur) dan tertulis pula disponsori oleh GP Ansor Wonosobo, Forum Umat Beragama (FUB), Humas Wonosobo, Jemaat Ahmadiyah Wonosobo, Ikatan Hindu Wonosobo, Walubi/Budha dan Universitas Sains Alquran (Unsiq) Wonosobo. 

Acara yang dipandu koordinator FUB, Haqi Al-Anshary, S.Ag dan diselenggarakan Gerakan Pemuda (GP) Ansor Wonosobo ini, terdiri atas: pembacaan puisi; testimoni;  renungan; kesan-kesan para tokoh agama, aliran kepercayaan dan perwakilan elemen/komunitas masyarakat lainnya; cuplikan film aktifitas dan dagelan Gus dur dalam berbagai acara di televisi; doa bersama lintas agama serta penutupan.

Setelah beberapa acara ditampilkan, kemudian tiba waktunya sesi penyampaian kesan-kesan dari beberapa tokoh agama, aliran kepercayaan dan perwakilan elemen masyarakat Wonosobo lainnya.

Pada sesi kesan-kesan tersebut, perwakilan Jemaat Ahmadiyah kabupaten Wonosobo, mubaligh Basyarat Ahmad Sanusi  menyampaikan, bahwa “kesan kami: dahulu kita semua selalu ada dalam pikiran  Gus Dur, sekarang kita peringati 40 hari kewafatan beliau- keadaan menjadi terbalik, Gus Dur lah yang berada dalam pikiran kita. Mewakili Jemaat Ahmadiyah kabupaten Wonosobo, kami menyampaikan belasengkawa yang mendalam atas kepergian guru bangsa. Gagasan pluralisme yang beliau usung diantaranya: setiap orang mesti memiliki isi kepala yang berbeda tetapi bukan berarti orang yang memiliki pemikiran berbeda, kepalanya harus dihancurkan. Kami sampaikan ucapan terimakasih atas upaya beliau membela kaum minoritas termasuk Ahmadiyah. Awalnya kami menyangka karena pembelaan beliau terhadap Ahmadiyah, beliau akan menjadi orang terhina, namun justru beliau menjadi mulia karena membela orang yang teraniaya. Sekian terimakasih”.

GP Ansor Watumalang,  Ngakib al-Ghozali mengatakan, bahwa “acara seperti ini nampaknya belum pernah ada sejarahnya di suatu daerah selain Wonosobo, yaitu tahlilan dihadiri lintas agama dan iman. Hari ini kita duduk bersama meskipun ada perbedaan agama dan keyakinan, kita bersama-sama dengan komunitas GKJ/Kristen, Ahmadiyah, para kyai dan sebagainya dan inilah yang disebut pluralisme.

Lebih lanjut Ngakib menanggapi sosok Gus Dur, ia menyampaikan, bahwa  “karena hobi humornya itulah Gus Dur menjadi salah satu tokoh dunia yang unik. Bahkan dalam merespon berbagai konflik dan polimik yang ada sering dengan entengnya beliau menanggapi dengan humor.  Namun jangan salah, tanggapan Gus dur dengan humor dan ceplas-ceplos itu memiliki makna yang sangat dalam. Bahkan, terkadang kita tidak bisa mengikuti alur berpikir beliau”.

Sementara itu Bupati Wonosobo H.A Kholiq Arif mengatakan, sosok Gus Dur di masa hidupnya telah  banyak membawa perubahan yang sangat bermanfaat bagi bangsa Indonesia. Gus dur telah memperjuangkan pluralisme di Indonesia bahkan  ketika menjadi Presiden RI, Gus Dur telah menaikan gaji PNS, TNI dan Polri beberapa kali.  Gus dur diakui sebagai tokoh bagi semua kalangan.

Bupati juga memiliki kesan luar biasa terhadap Gus Dur. “Saat Gus Dur hadir dan menginap di Wonosobo, beliau memberikan perhatian tersendiri buat Wonosobo yakni meminta  untuk memperhatikan keberadaan Dieng. Beliau sempat menyuruh saya untuk memulai membuat buku sejarah tentang berdirinya Wonosobo.  Menurut beliau, kota ini sangat tua, bahkan dulu Dieng itu merupakan salah satu pusat peradaban di tanah Jawa. Sehingga beliau meminta kepada saya untuk memperhatikan keberadaan Dieng”,  kata bupati.

Selain itu, tokoh agama Konghucu sekaligus sebagai ketua Tionghoa Wonosobo, Hasan Akli mengatakan, bahwa “berbagai tokoh agama yang hadir merasa sangat kehilangan sosok Gus Dur. Karena di mata para tokoh tersebut. Gus Dur  mampu mengayomi  seluruh umat beragama yang ada di Indonesia dan bahkan di dunia.

Rais Syuria NU Wonosobo, Kyai Abdul Halim Ainul Yaqin Al-Hafidh mengatakan, bahwa “Gus Dur berani mengorbankan diri demi orang lain atau kelompok lain. Beliau menginginkan orang lain bisa beribadah dengan tenang dan aman”

Ketua GP Ansor Wonosobo, Amiruddin mengemukakan, bahwa Gus Dur layak menyandang gelar sebagai guru dan pahlawan bangsa. Gelar itu sebagai apresiasi atas kiprah Gus Dur dalam memperjuangkan pluralisme, demokrasi dan kemanusiaan.

Lebih lanjut Amiruddin menjelaskan, untuk mendukung pengangkatan Gus Dur sebagai pahlawan nasional sekaligus guru bangsa, pihaknya akan melayangkan surat kepada presiden RI, dengan bukti bubuhan tanda tangan ribuan warga Wonosobo, sebagai bahan pertimbangan, bahwa Gus Dur layak menyandang gelar tersebut.

Sebelum doa bersama lintas agama, dilakukan pemutaran film rekaman humor Gus Dur  yang diambil dari berbagai sumber di televisi.  “Setelah terjadinya gempa di Yogyakarta, ada seseorang yang tanya kepada saya, penyebabnya gempa disana itu apa. Orang ini aneh  kata saya, lha wong saya ini bukan ahli geologi kok ditanya begitu sama saya. Akhirnya ya saya jawab aja bahwa penyebabnya karena Nyi Roro Kidul (ratu pantai selatan) dipaksa pakai jilbab”, tutur Gus Dur diikuti gelak tawa hadirin yang ada dalam satu acara di televisi swasta saat masih hidup dan para tamu undangan di pendopo pun serempak ikut tertawa.

Acara kemudian diteruskan dengan pembacaan doa bersama berbagai tokoh agama dan keyakinan yang hadir. Dan diakhiri dengan berjabatan tangan para tokoh lintas agama dan bupati Wonosobo serta berfoto bersama.

Disela-sela berjabatan tangan, pihak Jemaat Ahmadiyah secara khusus menyampaikan kepada Bupati dan Kahumas Wonosobo tentang liputan obyek wisata di Wonosobo sudah ditayangkan 10 kali putaran oleh MTA/TV Muslim. Bupati dan Kahumas pun berkali-kali menyampaikan banyak  terima kasih[]



0 komentar:

Posting Komentar