"Janganlah kebencian sesuatu kaum mendorong kamu bertindak tidak adil. Berlakulah adil; itu lebih dekat kepada takwa.”

(Al-Maidah ayat 8).

Minggu, 06 April 2014




Sehubungan dengan kegiatan penelitian keharmonisan sosial oleh  Abdurrahman Wahid Centre (AWC) UI Depok for Inter-faith Dialogue and Peace di Wonosobo, panitia AWC telah mengadakan Focus Group Discussion (FGD) "Kerukunan Antar Umat Beragama di Wonosobo, Studi Kebijakan Pemerintah Daerah Bagi kalangan Rentan dan Minoritas". Forum diskusi bertempat di ruang pertemuan Lantai dasar Perpusda Wonosobo, pada Rabu, 26/3/14 pukul 13.00-16.30 WIB.
Di kesempatan sore itu panitia menghadirkan para tokoh atau aktifis lintas iman dan kepercayaan. Diantaranya: AWC UI (Ahmad Suaedy-ketua AWC, 2 orang peneliti M. Salehudin dan Dikcy); ketua FKUB Drs. Zaenal Sukawi; koordinator FUB dan Budayawan Akhmad Baihaqi, S.Ag (atau dipanggil Haqqi Al-Ansori); dari Muslim NU diwakili ketua Lakpesdam dan Intelektual muda NU Nurul Mubin, M.Si; dari Muslim Ahmadiyah diwakili 4 orang (Maulana Nurhadi -mubaligh wilayah Jateng II/ Wonosobo dan Banjarnegara; Maulana Sulaiman Ahmad -mubaligh lokal Binangun Watumalang; Sajid Ahmad Sutikno -mubaligh lokal Wonosobo; dan Kyai Sis Ahmad Afandi DPD JAI); dari Muslim Syiah/IJABI (M.Arman Jauhari); Konghucu (Hasan Akli); Budha (Suryo); Tao (Salim), dari Hindu dan Katholik tidak dapat hadir; dari Kristen (GKJ Wonosobo Pdt. Agus Agung Prabowo, S.Th dan GKJ Bendungan, Selomerto Pdt. Agus Suprihana); penghayat kepercayaan Tunggul Sabdo Jati (Kusnandar, sekaligus sebagai tokoh Islam menganut peng-kalenderan Jawa Aboge); wakil Tionghoa; mahasiswa Unsiq; dan perwakilan LKis Jogjakarta. 
Mengawali pembukaan acara, pihak AWC memberi sambutannya dan menyampaikan bahwa pihaknya dalam waktu kurang lebih sebulan ini sudah adakan kunjungan dan wawancara kepada Bupati dan sejumlah pemuka agama, kelompok-kelompok minoritas, para tokoh budaya dan masyarakat, kepada warga, para pedagang, kunjungi beberapa kampung multi-kultural, dll hingga live in di beberapa komunitas seperti Ahmadiyah, live in di kampung Buntu dll. AWC mengatakan, bahwa FGD diselenggarakan di sore ini bertujuan untuk mendiskusikan kembali secara terbuka hal-hal terkait penelitian yang telah dilakukan AWC selama hampir sebulan, dengan harapan dapat menemukan kesimpulan yang relevan. Selanjutnya, akan dijadikan sebuah buku acuan untuk bahan kajian UI dll. Dalam kesempatan tsb, AWC menyampaikan, pihaknya tertarik mengadakan penelitian lapangan adalah "karena ada sejumlah pemimpin lokal yang telah mencoba untuk memperkenalkan kebijakan-kebijakan publik yang menginklusi kelompok-kelompok minoritas dan rentan (vulnerable) ke dalam kepemimpinannya seperti yang terjadi di Wonosobo". Dimana di sejumlah daerah lain telah terjadi peristiwa-peristiwa kekerasan, diskriminasi, pengucilan, dan bahkan pengusiran terhadap kelompok minoritas seperti yang dialami muslim Ahmadiyah dan Syiah, serta Kristen. Dan yang terjadi di Wonosobo adalah sebaliknya, yaitu kehidupan antar umat beragama dan berkeyakinan cukup harmonis.  Hal itu dimungkinkan, diantaranya tidak lepas dari peran aktif kepala daerahnya.
Ketertarikan penelitian AWC bermula dari berita di media Tempo bulan Desember 2012 tentang "kiprah Bupati Wonosobo diakui oleh berbagai kalangan, diantaranya Syiah, Ahmadiyah, Kristen dan lainnya di kabupaten tsb. Yaitu, Bupati (pemda) lebih perhatian dan serius dalam membangun dan mensolidkan masyarakat Wonosobo yang plural".  AWC berupaya menggali "dinamika kerukunan beragama dan peran serta  pimpinan daerah yang mampu menciptakan suatu sistem pemerintah yang merangkul semua lapisan (inklusi), dan melindungi kaum minoritas". Hasil penelitian AWC mendapat temuan bahwa kabupaten Wonosobo mempunyai potensi keharmonisan sosial yang unik dan alami (cultural), selain ada beberapa tempat berpotensi sumbu pendek. Mereka menemukan karakter domain masyarakat Wonosobo adalah suka hidup damai, mereka itu fasih bicara soal kedamaian, serta sejak lama sudah menjadi suatu "budaya  hidup rukun", dan sampai sekarang masih sangat kental dilihat dan dirasakan, serta terawat dengan baik di perkotaan dan alam pedesaan. Ini merupakan proses harmonisasi yang tentu berangkat dari yang bersifat cultural (alami) sebagaimana alam Wonosobo yang sejuk dan dingin. Hal itu dapat ditemukan di beberapa tempat di Wonosobo, seperti di kampung Buntu sebagai kampung multi-kultural berkades seorang pengikut Budha, juga di Watumalang dan di lain tempat. Kemudian ketua FKUB Drs. Sukawi dan koordinator FUB Haqqi al-Ansori menyampaikan, bahwa "karena kerukunan itu bersifat dinamis, maka di Wonosobo akan terus diupayakan membangun atmosfir harmonisasi, baik dengan cara formal maupun non-formal (kultural)". Baik yang sudah berjalan, maupun akan diadakann misalnya: jagongan budaya lintas iman, forum-forum diskusi, pasar murah lintas agama, kemah kebangsaan oleh generasi muda FKUB, safari religi, penanaman pohon kedamaian, dll hingga akan selenggarakan sekolah (studi) keharmonisan beragama yang siswa-siswinya dari anak-anak muda SMA dll.
Ketua Lakpesdam NU, Nurul Mubin menambahkan bahwa selain faktor kultur Wonosobo yang suka damai, juga adanya perguruan tinggi (UNSIQ) yang menyumbangkan kesadaran hidup harmonis lewat akademisi, serta memang sudah lama tercipta dialog-dialog lintas agama, misalnya pernah terjadi dialog antara Islam dan Kristen di GKJ Aku Iki Pepadange Jagad, yang dihadiri banyak orang/peserta dari Muslim dan Kristen. Dari Islam yang hadir saat itu, NU, Muhammadiyah, Ahmadiyah, dan pembicara dari Islam diwakili mubaligh Ahmadiyah, yaitu Muhammad Tsabitun. Dalam forum penuh keakraban tsb, dinyatakan oleh masing-masing pemuka agama dan kepercayaan, bahwa seperti dalam mengurus KTP, pernikahan, administrasi lain tidak ada kendala yang menonjol, semua lancar dan diperlakukan sama sebagai warga NKRI serta kehidupan beragama dalam masyarakat adem ayem. Namun mereka memiliki kekhawatiran apakah setelah Drs. Abdul kholiq Arif Bupati sekarang nanti suasana harmonis ini akan ada yang merawat, apakah bupati selanjutnya bermissi sama? Selain itu ada juga yang mengusulkan agar FKUB, FUB (yang dirintis Haqqi Al-ansori) dan Pemda serta TOGA terus mensosialisasikan kerukunan ini di level akar rumput di seluruh kabupaten Wonosobo. Intinya, diungkapkan kehidupan umat beragama di Wonosobo nyaris tidak ada gangguan pasti, meskipun ada riak-riak kecil (gangguan) pernah terjadi, karena memang Wonosobo berpotensi sebagai daerah sumbu pendek. [SAS]

1 komentar: